SD ISLAM MA'ARIF ASWAJA Balongpanggang Gresik

Monday, May 14, 2012

KEHIDUPAN SOSIAL (KEAJAIBAN PADA SEMUT)

Dan inilah hukum alam. Di alam tak ada “pertarungan untuk kelangsungan hidup” yang acak dan kebetulan, seperti yang diklaim evolusi, tidak pernah pula ada di masa dulu. Sebaliknya, semua makhluk hidup memakan “makanan” yang ditentukan untuk mereka dan melakukan tugas yang ditugaskan Allah kepada mereka. Karena “tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya” (Surat Hud: 56) dan “sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki” (Surat Adz-Dzariyat: 58)
 KEHIDUPAN SOSIAL (KEAJAIBAN PADA SEMUT)
  Telah disebutkan bahwa semut hidup berkoloni dan di antara mereka terdapat pembagian kerja yang sempurna. Kalau dilihat lebih teliti, kita dapati sistem mereka memiliki struktur sosial yang cukup menarik. Mereka pun mampu berkorban pada tingkat yang lebih tinggi daripada manusia. Salah satu hal paling menarik dibandingkan manusia, mereka tidak mengenal konsep semacam diskriminasi kaya-miskin atau perebutan kekuasaan. Banyak ilmuwan yang bertahun-tahun melakukan penelitian mendalam tak mampu menjelaskan perilaku sosial semut yang begitu maju. Caryle P. Haskins, Ph.D., kepala Institut Carnegie di Washington menyatakan: Setelah 60 tahun mengamati dan mengkaji, saya masih takjub melihat betapa canggihnya perilaku sosial semut.… Semut merupakan model yang indah untuk kita gunakan dalam mempelajari akar perilaku hewan.1 Sebagian koloni semut begitu padat populasinya dan begitu luas daerah hidupnya, sehingga tak mungkin bisa di-jelaskan bagaimana mereka dapat membentuk tatanan yang sempurna. Jadi, pernyataan Dr. Haskins sulit dibantah. Sebagai contoh koloni yang besar ini, misalnya spesies semut Formica yesensis, yang hidup di pantai Ishikari, Afrika. Koloni semut ini tinggal di 45.000 sarang yang saling berhubungan di wilayah seluas 2,7 kilometer persegi. Koloni yang memiliki sekitar 1.080.000 ratu dan 306.000.000 pekerja ini dinamai “koloni super” oleh para peneliti. Ditemukan bahwa semua alat produksi dan makanan dipertukarkan dalam koloni secara tertib2. Sungguh sulit menjelaskan bagaimana semut-semut ini mempertahankan ketertiban tanpa masalah, mengingat luasnya tempat tinggal mereka. Harus diingat, untuk menegakkan hukum dan menjaga ketertiban sosial, bahkan di negara beradab dengan sedikit penduduk pun, diperlukan berbagai kekuatan keamanan. Diperlukan pula staf administrasi yang memimpin dan mengelola unit-unit ini. Kadang-kadang ketertiban pun tidak dapat dijaga tanpa timbul masalah, meskipun telah diupayakan sekuat tenaga. Namun, koloni semut tidak memerlukan polisi, satpam, atau hansip. Dan mengingat tugas sang ratu – yang kita ang-gap sebagai pemimpin koloni – hanya melestarikan spesies, semut-semut ini sebenarnya tidak punya pemimpin atau penguasa. Jadi, di antara mereka tidak ada hierarki berdasarkan rantai komando. Lalu siapa yang menentukan ketertiban ini dan menjaga keberlanjutannya? Dalam bab-bab berikut kita akan menemukan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan ini dan pertanyaan lain yang serupa.
 Sistem Kasta 
      Setiap koloni semut, tan-pa kecuali, tunduk pada sistem kasta secara ketat. Sistem kasta ini terdiri atas tiga bagian besar dalam koloni. Anggota kasta pertama adalah ratu dan semut-semut jantan, yang memungkinkan mereka berkembang biak. Dalam satu koloni bisa terdapat lebih dari satu ratu. Ratu mengemban tugas reproduksi untuk meningkatkan jumlah individu yang membentuk koloni. Tubuhnya lebih besar daripada tubuh semut lain. Sedang tugas semut jantan hanyalah membuahi sang ratu. Malah, hampir semua semut jantan ini mati setelah kawin. Anggota kasta kedua adalah prajurit. Mereka mengemban tugas seperti membangun koloni, menemukan lingkungan baru untuk hidup, dan berburu. Kasta ketiga terdiri atas semut pekerja. Semua pekerja ini adalah semut betina yang steril. Mereka merawat semut induk dan bayi-bayinya; membersihkan dan memberi makan. Selain semua ini, pekerjaan lain dalam koloni juga merupakan tanggung jawab kasta pekerja. Mereka membangun koridor dan serambi baru untuk sarang mereka; mereka mencari makanan dan terus-menerus membersihkan sarang. Di antara semut pekerja dan prajurit juga ada subkelompok. Subkelompok ini disebut budak, pencuri, pengasuh, pembangun, dan pengumpul. Setiap kelompok me-miliki tugas sendiri-sendiri. Sementara satu kelompok berfokus sepenuhnya melawan musuh atau berburu, kelompok lain membangun sarang, dan yang lain lagi memelihara sarang. Setiap individu dalam koloni semut melakukan bagian pekerjaannya sepenuhnya. Tak ada yang mencemaskan posisi atau jenis tugasnya. Ia hanya melakukan apa yang diwajibkan. Yang penting adalah keberlanjutan koloninya. Kalau kita pikirkan bagaimana sistem ini berkembang, kita tidak dapat mengingkari fakta adanya penciptaan. Mari kami jelaskan alasannya: Jika ada tatanan yang sempurna, secara logis kita berkesimpulan bahwa tatanan ini tentu dibentuk oleh otak yang merencanakan. Misalnya, tatanan disiplin dalam militer; jelas bahwa para perwira yang mengendalikan tentara telah menetapkan tatanan ini. Sungguh absurd kalau kita berasumsi semua individu dalam pasukan berkumpul dengan sendirinya dan mengorganisasi diri sendiri, lalu berkelompok menurut pangkat dan mulai bertindak sesuai pangkatnya. Lebih jauh lagi, perwira yang telah menetapkan tatanan ini harus terus melakukan inspeksi agar tatanan ini dapat bertahan tanpa masalah. Kalau tidak, pasukan yang diserahkan kepada prajurit saja akan berubah menjadi kumpulan yang kacau, sedisiplin apa pun pada mulanya. Semut juga memiliki disiplin yang sangat mirip dengan disiplin militer. Namun, aspek yang penting adalah tidak ada “perwira”, atau administrator yang mengorganisasi, di mana pun juga. Berbagai sistem kasta dalam koloni semut menjalankan tugas mereka secara sempurna, meskipun tanpa “kekuatan pusat” yang terlihat mengawasi mereka. Lalu, penjelasan satu-satunya adalah bahwa kehendak pusat ini merupakan kehendak yang “tak tampak”. Ilham yang disebut dalam Al Quran dalam pernyataan “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah” (Surat An-Nahl: 68) adalah kekuatan yang tak tampak ini. Kehendak ini telah menyempurnakan perencanaan yang begitu dahsyat – yang menakjubkan manusia saat mencoba menganalisisnya. Ketakjuban dan kekaguman seperti ini juga telah diungkapkan oleh para peneliti dari waktu ke waktu dalam berbagai bentuk. Kaum evolusionis, yang mengklaim bahwa sistem yang sempurna ini telah berkembang akibat kebetulan, tidak mampu menjelaskan perilaku pengorbanan yang merupakan pusat sistem ini. Sebuah artikel mengenai topik ini dalam Jurnal Bilim ve Teknik sekali lagi menunjukkan ketidakmampuan tersebut: Masalahnya adalah mengapa makhluk hidup suka tolong-menolong. Menurut Teori Darwin, setiap makhluk hidup berjuang untuk kelangsungan hidup dan perkembangbiakannya sendiri. Karena membantu makhluk lain akan secara relatif mengurangi peluang kelangsungan makhluk hidup tersebut, perilaku ini mestinya dilenyapkan oleh evolusi pada jangka panjang. Namun, telah terbukti bahwa makhluk hidup rela untuk berkorban. Cara klasik untuk menjelaskan fakta pengorbanan ini adalah koloni yang terbentuk dari individu-individu yang mau berkorban demi kepentingan kelompok atau genus akan lebih sukses dalam evolusi daripada koloni yang terbentuk dari individu-individu yang egois. Namun, hal yang tidak dijelaskan dalam teori ini adalah bagaimana masyarakat yang mau berkorban ini dapat mempertahankan ciri tersebut. Suatu individu egois yang mungkin muncul dalam masyarakat itu mestinya akan meneruskan ciri egoisnya kepada generasi berikut, karena dia tak akan mengorbankan dirinya. Hal samar lainnya adalah bahwa jika evolusi terjadi pada tingkat masyarakat, sebesar apa semestinya masyarakat itu? Apakah masyarakat itu berupa keluarga, kelompok, genus, atau kelas? Bahkan jika evolusi terjadi bersamaan pada lebih dari satu tingkat, apa yang akan terjadi jika kepentingan antartingkat ini bertentangan3? Seperti yang kita lihat, mustahil menjelaskan rasa pengorbanan pada makhluk hidup dan sistem sosial yang berdasarkan padanya dengan teori evolusi, yakni dengan berasumsi bahwa makhluk hidup telah muncul akibat kebetulan. 
 Mungkinkah Semut Menjadi Penjaga Pintu? 
        Saat menganalisis detail sistem dalam koloni semut, kita merasakan kekuatan kehendak tak tampak itu, yang menetapkan dan mengatur sistem ini, secara lebih konkret. Marilah kita lihat detail-detail ini. Biasanya hubungan sarang semut dengan dunia luar adalah melalui lubang kecil yang hanya cukup untuk seekor semut. Melewati lubang ini perlu “izin”. Dalam koloni ada sejumlah kecil semut yang “bertugas sebagai penjaga pintu”. “Penjaga pintu” bertugas menjadi sumbat-hidup dengan bentuk kepalanya yang pas dengan lubang masuk. Lebih lanjut, warna dan desain kepalanya sama dengan warna kulit pohon di lingkungan sekitar. Penjaga pintu berjam-jam duduk di lubang masuk dan hanya memperbolehkan masuk semut-semut yang terdeteksi termasuk koloninya sendiri.4 Ini berarti gagasan memiliki penjaga pintu untuk menjaga bangunan telah dipraktikkan oleh semut penjaga pintu, sebelum manusia. Semut ini menutupi lubang masuk dengan bagian terkuat tubuhnya, menyamarkan dirinya, dan melarang masuk semut yang tidak mengucapkan “kata kunci” yang benar. Jelas sekali kenyataan bahwa kepala semut penjaga tadi pas dengan lubang, warna dan polanya sesuai dengan lingkungan, dan ia menolak masuk siapa pun yang tidak ia kenal, tak mungkin dilakukan atas kemauannya sendiri. Jelas ada “tokoh intelektual“ yang mendesain tubuh semut dalam bentuk ini dan mengilhamkan tugas yang dilakukan semut tersebut. Mengatakan bahwa semut dapat memikirkan sendiri tugas ini dan bekerja sebagai penjaga pintu tanpa kehilangan ke-sabaran dan tanpa menyerah, jelas bukan penjelasan yang masuk akal. Mari kita pikirkan: Mengapa seekor semut mau menjadi penjaga pintu? Jika boleh memilih, untuk apa ia mengambil tugas yang paling merepotkan dan memerlukan pengorbanan terbesar itu? Jika boleh memilih, tentu ia akan mengambil pekerjaan yang akan memberinya lingkungan ternyaman dan pelayanan terbaik. Sebenarnya, pilihan ini terjadi dengan ketetapan Allah. Dan semut penjaga pintu melaksanakan tugasnya dengan penuh ketaatan. Hanya sang pencipta semut yang mungkin telah mendesain kehidupan koloni yang demikian sempurna, untuk menunjukkan sisi seni-Nya yang menakjubkan dan telah memberi tugas-tugas khusus kepada koloni semut yang hidup dengan sistem ini. Menurut teori evolusi, semut mestinya berkembang dalam setiap segi dan mereka mestinya mencoba memasuki kasta yang memberi mereka hidup yang lebih nyaman. Akan tetapi, semut penjaga pintu tidak berupaya ke arah ini, sebaliknya melaksanakan tugas yang diilhamkan itu tanpa salah sepanjang seluruh hidup mereka.  
Semut Ahli 
         Organisasi, spesialisasi dalam bidang-bidang tertentu, dan komunikasi dalam dunia semut hampir sama canggihnya dengan yang dimiliki manusia. Sedemikian canggihnya sistem itu, sehingga manusia kini memola sistem mereka menuruti sistem harmonis tersebut. Hal ini diuraikan dalam kutipan berikut: Ahli komputer masa kini mencoba mereproduksi bentuk-bentuk perilaku kolektif semut pada robot di laboratorium. Alih-alih berfokus pada program yang sangat maju, mereka malah berkonsentrasi pada robot-robot yang bekerja sama berdasarkan unsur-unsur informasi “sederhana”. Prinsip dasarnya sama. Alih-alih membuat sebuah robot yang sangat canggih, mereka malah mengembangkan sekelompok robot yang tidak begitu “cerdas”, tetapi menjalankan tugas yang sangat “rumit” seperti yang dilakukan semut dalam koloninya.… Robot-robot ini tidak canggih dalam hal “kecerdasan” jika dinilai satu per satu, tetapi mereka akan mencapai pembagian kerja melalui motivasi tindakan kolektif. Ini dimungkinkan karena mereka memiliki kemampuan untuk bertukar informasi sederhana. Hidup dan kerja sama dalam koloni semut juga telah mempengaruhi NASA…. Organisasi ini berencana mengirimkan banyak “robot semut” untuk penelitian di planet Mars alih-alih satu robot canggih. Jadi, sekalipun sebagian robot ini rusak, anggota regu yang tersisa akan mampu merampungkan tugas mereka.5 Sekarang mari kita lihat contoh yang menarik dari dunia “semut ahli”.  
Bagaimana Hidup Berkelompok Mempengaruhi Semut? 
      Contoh kerja sama antara semut yang paling jelas adalah dalam perilaku spesies semut pekerja yang disebut Lasius emarginatus. Individu spesies ini memiliki afiliasi yang menarik satu sama lain. Kegiatan sekelompok empat semut pekerja yang bekerja dengan tanah ini terus berlanjut saat mereka terpisah dari kelompok yang besar. Namun, jika ada benda, seperti gelas atau batu, di antara mereka yang mencegah mereka saling melihat, kecepatan kerja mereka melambat. Contoh lain adalah ketika semut api terpisah dari kelompoknya oleh rintangan tipis, mereka mencoba mencapai anggota lain koloninya dengan menusuk penghalang ini. Terjadi banyak variasi pada perilaku semut ketika jumlah individu dalam kelompok berubah. Ketika jumlah semut dalam sarang meningkat, teramati bahwa kegiatan setiap individu secara proporsional juga meningkat. Begitu semut pekerja berkelompok, mereka berkumpul, menjadi tenang, dan menghabiskan lebih sedikit energi. Telah ditemukan bahwa dalam sebagian spesies semut, begitu populasi meningkat, jumlah oksigen yang digunakan menurun. Semua contoh ini menunjukkan bahwa semut tak dapat bertahan hidup sendirian. Makhluk kecil ini telah diciptakan dengan ciri-ciri yang memungkinkan mereka hidup hanya dalam kelompok atau malahan nanya dalam koloni. Dan ini membuktikan betapa klaim-klaim evolusionis mengenai proses bersosialisasi semut bertentangan dengan realitas. Sungguh mustahil semut-semut tersebut hidup sendirian ketika pertama kali diciptakan, lalu bersosialisasi dan membentuk koloni. Seekor semut yang menghadapi lingkungan seperti itu mustahil bisa bertahan hidup. Ia harus berkembang biak, membangun sarang untuk dirinya dan larvanya, mencari makan untuk diri dan keluarganya, menjadi penjaga pintu, men-jadi prajurit, dan juga pekerja yang merawat larvanya…. Kita tak bisa mengklaim bahwa di zaman dulu semua pekerjaan yang memerlukan pembagian tugas yang ekstensif ini dapat dilaksanakan oleh seekor semut saja atau bahkan beberapa ekor semut. Selanjutnya, mustahil dibayangkan bahwa mereka berupaya menuju sosialisasi sembari melaksanakan berbagai tugas sehari-hari ini. Kesimpulan dari semua ini: Semut adalah makhluk yang hidup dalam sistem sosial dan berkelompok sejak hari mereka pertama diciptakan. Semua ini juga membuktikan bahwa semut muncul pada satu saat dengan segala ciri-ciri lengkapnya. Dengan kata lain, mereka telah “diciptakan”. 
 Markas Ideal 
     Mari kita luaskan sedikit contoh pasukan yang disampaikan sebelum-nya. Bayangkan Anda tiba di markas tentara yang luar biasa besar, tetapi sangat teratur. Tampaknya Anda tidak dapat masuk karena petugas keamanan di gerbang tidak mengizinkan masuk orang yang tidak dikenal. Bangunan tersebut dilindungi oleh sistem keamanan yang diawasi ketat. Sekarang, misalkan saja Anda berhasil masuk. Di dalam, berbagai kegiatan sistematis dan dinamis akan memesona Anda, karena ribuan prajurit sedang melaksanakan tugas mereka dengan teramat tertib. Saat Anda meyelidiki rahasia keteraturan ini, tampak bahwa bangunan itu telah dirancang dalam bentuk yang sepenuhnya cocok bagi penghuninya untuk bekerja. Ada departemen khusus untuk setiap tugas dan semuanya dirancang supaya prajurit dapat bekerja se-mudah mungkin. Misalnya, bangunan ini memiliki lantai-lantai di bawah tanah, tetapi departemen yang memerlukan energi matahari lokasinya memperoleh sinar matahari dengan sudut sebesar mungkin. Dan departemen-departemen yang harus senantiasa saling berhubungan dibangun sangat berdekatan sehingga memudahkan akses. Gudang-gudang penyimpan kelebihan bahan juga dirancang sebagai departemen terpisah di satu sisi bangunan. Lokasi gudang-gudang penyimpanan itu nyaman serta mudah diakses. Dan tepat di tengah bangunan terdapat ruang luas di mana semua orang dapat berkumpul. Keunikan markas tersebut bukan hanya itu. Meski luas, bangunan ini dipanaskan secara seragam. Suhu tetap konstan sepanjang hari berkat sistem pemanas sentral yang sangat canggih. Penyebab lainnya adalah sekat luar yang sangat efektif melawan segala kondisi cuaca. Jika ditanya bagaimana dan oleh siapa markas semacam ini dirancang, semua orang akan menjawab bahwa markas ini dirancang dengan teknologi tinggi oleh kerja tim profesional. Bangunan markas seperti ini hanya bisa dibangun oleh mereka yang memiliki tingkat pendidikan, budaya, kecerdasan, dan logika tertentu. Namun, bangunan markas ini sebenarnya adalah sebuah sarang semut. (lihat halaman sebelah) Menghimpun informasi yang diperlukan untuk membangun markas semacam ini memakan sebagian besar usia manusia. Namun, seekor semut yang baru menetas dari telur sudah tahu tugasnya saat itu juga dan mulai bekerja tanpa membuang waktu. Ini menunjukkan bahwa semut memiliki informasi tersebut sebelum ia lahir. Semua informasi tersebut diilhamkan dalam diri semut pada saat penciptaannya oleh Allah Yang Maha Kuasa yang menciptakan mereka.  
Organisasi Diri pada Semut 
        Dalam dunia semut tak ada pemimpin, perencanaan, atau pemrograman. Dan yang terpenting adalah bahwa tak ada rantai komando, seperti sudah disebutkan terdahulu. Tugas-tugas terumit dalam masyarakat ini terlaksana tanpa tertunda karena adanya organisasi diri yang sangat canggih. Misalkan contoh berikut ini: Bila koloni mengalami paceklik, semut pekerja segera berubah menjadi semut “pemberi makan” dan mulai memberi makan sesamanya dengan partikel makanan dalam perut cadangannya. Bila koloni kelebihan makanan, mereka melepaskan identitas ini dan kembali menjadi semut pekerja. Pengorbanan yang ditunjukkan ini benar-benar pengorbanan tingkat tinggi. Sementara manusia belum berhasil memerangi kelaparan di dunia, semut telah menemukan penyelesaian praktis untuk masalah ini: berbagi segalanya, termasuk makanan. Ya, inilah contoh pengorbanan nyata. Memberi segala miliknya termasuk makanan, tanpa ragu, agar semut lain tetap hidup, hanyalah salah satu contoh pengorbanan di alam yang tak mampu dijelaskan teori evolusi. Bagi semut tidak ada masalah kepadatan penduduk. Sementara kota-kota besar milik manusia saat ini menjadi sulit ditinggali akibat migrasi, ketiadaan infrastruktur, salah alokasi sumber daya dan pengangguran, semut dapat mengelola kota bawah tanah mereka, yang berpopulasi 50 juta ekor, dengan keteraturan luar biasa tanpa merasa kurang sesuatu apa. Setiap semut mampu cepat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dalam lingkungannya. Agar hal seperti ini bisa terjadi, semut tentu telah diprogram secara fisik dan psikologis. Agar sistem yang sangat terorganisasi ini muncul, mesti ada “kehendak utama” yang mengilhami mereka mengerjakan tugas dan memerintah mereka . Kalau tidak, pasti terjadi kekacauan besar, bukan ketertiban. Dan kehendak utama ini adalah milik Allah, yang memiliki segala sesuatu, yang Maha Kuasa, yang mengarahkan semua makhluk hidup dan memerintah mereka melalui ilham. Kenyataan bahwa semut terus-menerus berjuang tanpa memikirkan keuntungan, adalah bukti bahwa mereka bertindak atas ilham sesosok “perwira”. Ayat di bawah sepenuhnya menegaskan bahwa Allah adalah penguasa dan pengawas segala sesuatu dan bahwa setiap makhluk hidup bertindak atas ilham-Nya: Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus. (Surat Hud: 56)
 "HARUN YAHYA"

 FOOTNOTES:
1) National Geographic, vol. 165, no. 6 hlm. 775 
2) Bert Holldobler-Edward O. Wilson, The Ants, Harvard University Press, 1990, hlm. 1. 
3) Bilim ve Teknik Dergisi (Jurnal Sains dan Teknik), ed: 190, hlm. 4. 
4) Bert Holldobler-Edward O. Wilson, The Ants, Harvard University Press, 1990, hlm. 330-331 
5) Focus Dergisi (Majalah Focus), Oktober 1996 
6) Focus Dergisi (Majalah Focus), Oktober 1996

No comments:

Post a Comment